Pena Madura, Jakarta 06 Desember 2021 – Badrul, Penyuluh Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI) yang bertugas di Inspektorat Kabupaten Sumenep, Madura, Badruk meraih penghargaan insan pengendalian gratifikasi tahun 2021.
Pria asli kelahiran Kabupaten Sumenep Madura ini mendapatkan kesempatan mengisahkan perjuangannya memberikan pemahaman gratifikasi mulai dari tingkat pejabat di lingkungan Pemkab Sumenep, hingga pelosok desa dan kepulauan terluar di ujung timur pulau garam.
Salah satu hal yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas implementasi PPG adalah dengan sosialisasi di seluruh penjuru, sehingga Nilai PPG (Program Pengendalian Gratifikasi) di Kabupaten Sumenep, meningkat menjadi 92.5 di tahun 2021.
Badrul berkisah Saat bercerita di hadapan pimpinan KPK dan tokoh inspiratif lainnya,saat memberikan pemahaman antikorupsi di kepulauan terluar Sumenep dengan fasilitas serba terbatas, hingga menempuh perjalanan laut berjam-jam.
Mantan aktivis PMII tersebut mengatakan, bagi sebagian orang mungkin sosialisasi merupakan hal yang mudah dilaksanakan, terutama menggunakan tekhnologi informasi. Namun di Sumenep ada beberapa wilayah yang tidak terjangkau jaringan internet, karena berada di pulau terluar.
“Saya melakukan sosialisasi ke tempat tersebut, harus menempuh perjalanan laut menggunakan perahu kecil selama kurang lebih 22-24 jam perjalanan,” tutur Badrul, mengawali kisah inspirasi yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube KPK RI.
Penggunaan bahasa Madura dalam setiap sosialisasi, juga menjadi andalan Badrul untuk mendekatkan pemahaman antikorupsi di Kabupaten berjuluk Kota Keris itu.
“Jika di Kota Besar, pemahaman prihal delik gratifikasi sudah banyak faham, tapi bagi kami yang berada di daerah, harus ada terobosan baru lewat gerakan masif, salah satunya lewat pendekatan adat dan bahasa daerah, agar masyarakat faham,” sebutnya.
Dalam momen lebaran dan hari besar islam lainnya, Badrul bercerita, acap kali dimanfaatkan oknum-oknum untuk menyelipkan gratifikasi.
“Saya lahir dan besar di Madura, jadi paham betul dengan adat istiadat Madura. Untuk itu, saya memanfaatkan pendekatan adat dan kearifan lokal untuk memberikan pemahaman lewat penyuluhan pengendalian gratifikasi,” ujarnya.
Oleh karenanya, pihaknya harus turun ke bawah lewat pendekatan adat untuk memberikan pemahaman dan meminimalisir potensi gratifikasi.
“Di bawah, dalam momen maulid atau lebaran misalnya, potensi gratifikasi cukup besar, lewat pemberian sarung yang harganya hingga jutaan, nah potensi gratifikasinya ada di situ. Kita berikan pemahaman untuk masyarakat,” terangnya.
Selain daratan, wilayah kepulauan juga menjadi atensinya, Sumenep dengan 126 pulau, menjadi tantangan tersendiri untuk dirinya memberikan pemahaman antikorupsi bagi para pemangku kebijakan.
“Sumenep banyak pulaunya. Salah satu contoh di pulau Keramaian, Kecamatan Masalembu butuh waktu sekitar 22 jam untuk sampai di sana. Ini tantangan, karena ini tugas mulia kita seberangi hingga pulau-pulau kecil,” urainya.(Man/Emha)