Rombongan Jamaah Haji Indonesia Dipantau 24 Jam Oleh ‘Mata Elang’ Petugas

oleh
Rombongan Jamaah Haji Indonesia Dipantau 24 Jam Oleh 'Mata Elang' Petugas

Pena Madura, Nasional, 18 Mri 2025 – Di balik hiruk-pikuk musim haji, ketika jutaan jamaah dari seluruh dunia memadati Tanah Suci, ada sebuah ruangan kecil di Kantor Urusan Haji Indonesia (Daker Makkah) yang justru menjadi pusat kendali transportasi jamaah haji Indonesia. Ruangan itu senyap, tapi penuh ketegangan. Layar-layar komputer menyala tanpa henti, 24 jam nonstop.

Inilah “Ruang Pemantauan Transportasi”, jantung dari segala pergerakan jamaah haji Indonesia di Arab Saudi. Di sini, setiap titik di layar bukan sekadar ikon bus, melainkan nyawa ribuan jamaah yang sedang bergerak dari Madinah ke Makkah, dari hotel ke Masjidilharam, atau sebaliknya.

Ruang pemantauan ini terletak persis di depan resepsionis Daker Makkah. Tak luas, hanya berisi lima meja kerja. Namun, di sinilah segalanya dipantau: keberangkatan, pergerakan, keterlambatan, hingga masalah teknis yang dialami bus-bus jamaah.

Di meja paling kanan, duduk Ahmad Ihabul Fathi, seorang operator yang mengawasi lima layar sekaligus. Layar atas menampilkan trayek bus Shalawat (angkutan hotel-Masjidilharam), sedangkan layar kecil memantau perjalanan antarkota seperti Madinah-Makkah.

“Layar ini tidak pernah tidur,” ujar Ihabul, mahasiswa pascasarjana Sejarah Kodifikasi Hadits di Universitas Al Qarawiyyin, Maroko. “Setiap detik, data baru masuk. Jika ada bus terlambat atau bermasalah, kami yang pertama tahu.”

Koordinasinya tidak main-main. Bahkan, petugas layanan konsumsi seperti Mohamad Jamal harus bolak-balik ke ruangan ini untuk memastikan waktu kedatangan jamaah.

“Kalau rombongan dari Madinah sudah dekat, kami harus siapkan makanan fresh. Jangan sampai jamaah dapat makanan basi,” kata Jamal, yang bertugas mengatur distribusi konsumsi.

Sistem pemantauan ini sangat vital, terutama saat puncak arus mudik jamaah dari Madinah ke Makkah, yang bisa mencapai 20 kloter per hari (setara ratusan bus). Jika ada satu bus terlambat atau tersesat, seluruh rantai logistik bisa kacau.

Meski canggih, sistem ini belum sepenuhnya digital. “Kadang data di lapangan berubah, tapi input manual pakai kertas. Itu yang bikin kerja tambah rumit,” aku Ihabul, yang juga alumni Ponpes Al Hikmah, Brebes.

Tim pemantau terdiri dari dua tenaga musiman (temus) yang bekerja shift:
– Ihabul (malam: 20.00–08.00)
– Rifki (siang: 08.00–20.00)

Mereka berdua menjadi “mata elang” yang memastikan tidak ada jamaah Indonesia yang tersasar di Tanah Suci.

Selain operator di ruangan, para “checker” di lapangan juga menjadi kunci. Mereka bertugas:
– Verifikasi data jamaah
– Pastikan sopir bus tidak salah jalan
– Laporkan masalah langsung ke Daker

“Jika ada bus mogok atau sopir nyasar, checker yang pertama memberi tahu kami. Lalu kami koordinasi dengan markaz di Jeddah atau petugas setempat,” jelas Ihabul.

Ruang pemantauan ini adalah bukti bahwa di balik kemudahan layanan haji, ada kerja keras yang tak terlihat. Teknologi membantu, tetapi tanpa koordinasi tim dan ketelitian checker, sistem bisa kacau.

“Kami mungkin hanya lihat titik di layar, tapi di balik itu, ada ribuan jamaah yang sedang menunggu kepastian,” pungkas Ihabul. (Red/Emha)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *