Pena Madura, Pamekasan, 3 Oktober 2022 – Gerakan Pemuda Islam Indonesia atau GPII Wilayah Jawa timur kecam kejadian tragis yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang yang terjadi bertepatan dengan peringatan hari kesaktian Pancasila 1 Oktober 2022 Minggu malam kemarin.
Hal ini disampaikan oleh Kordinator Wilayah Brigade GPII Jawa timur, Wahyudi SH pada media disela peringatan hari jadi GPII yang jatuh pada 2 Oktober 2022.
Menurutnya, spirit fair play yang sudah diusung oleh kedua kesebelasan yang sedang melakoni laga liga 1 Indonesia antara Arema FC dan Persebaya Surabaya dinodai dengan adanya peristiwa berdarah ini.
Pasalnya menurut rilis dari Kapolri dan Menpora yang kemarin berkunjung ke kabupaten Malang itu memakan korban setidaknya empat ratusan orang.
Bahkan secara rinci dijabarkan ada sekurangnya 125 orang yang dinyatakan meninggal dunia dalam peristiwa tersebut. Semua tersebar di beberapa rumah sakit yang berada di kawasan malang raya selama ini.
Tak ayal jika Wahyudi mengatakan fanatisme para penggemar olahraga sepak bola yang ada sudah sangat kronis. Sehingga menimbulkan kesan olahraga ini tidak lagi menjadi ajang sportifitas semata tetapi jadi ajang primordial tersendiri bagi supporter masing-masing.
“Perlu diingat bahwa sepak bola tidak bisa sebanding dengan harga nyawa yang dipertaruhkan jika terjadi seperti ini. Maka siapa sekarang akan bertanggung jawab?,” Tandasnya.
Pasalnya, menyayangi diketahuinya jumlah korban yang ada itu tercatat terbesar dalam sejarah sepak bola dunia. Bahkan melebihi dari tragedi kerusuhan stadion di liga Inggris beberapa waktu lalu menurut catatan FIFA sebagai pemangku sepak bola internasional.
Jadi, sudah sepantasnya, pihaknya mendukung pernyataan Presiden RI Joko Widodo yang meminta semua pihak mengusut tuntas dan evaluasi secara menyeluruh penyelenggaraan liga di Indonesia.
Terlebih juga menekankan pada Kapolri dan Ketua PSSI agar segera evaluasi sistem dan prosedur pengamanan pertandingan sepak bola yang ada selama ini agar tak ada peristiwa serupa lagi.
“Ini bukan hanya menjadi pelajaran berharga dan mahal bagi segenap masyarakat pecinta bola dan PSSI. Melainkan menjadi warning serius dari semua sistem pelaksanaan pertandingan sepak bola yang seharusnya sesuai dengan koridor aturan FIFA yang ada,” tegasnya lagi.
Sebab, dalam pandangan Advokat YLI ini, seharusnya tidak ada aparat keamanan bersenjata di dalam lapangan hijau kecuali tim keamanan sipil khusus atau steward yang di sana. Lalu tidak diperbolehkan ada penggunaan gas air mata di dalam lapangan hijau selama ada penonton yang sedang di dalam.
“Aturan ini jelas dalam pertandingan yang dikeluarkan untuk Leh FIFA dan harus dipatuhi oleh segenap panitia pelaksana termasuk PSSI yang memangku liga 1 Indonesia selama ini. Jadi sudah jelas harus ada yang bertanggung jawab hingga ada insiden ini nanti,” tutupnya. (Yud/Emha).