Pena Madura, Sumenep, 27 Agustus 2020 – Musim kemarau tahun ini menjadi pukulan pahit pada petani garam di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Itu karena garam rakyat hasil produksi dua tahun terakhir tak terserap.
Belum lagi, saat ini harga garam anjlok padahal petani saat ini sudah masuk musim panen garam. Akibatnya, ratusan ribu ton garam petani di Sumenep tak terserap. Garam petani itu hanya menumpuk disepanjang jalan menuju tambak di Desa Pinggir Papas dan Karanganyar, Kecamatan Kalianget.
“Garam yang belum terserap sekitar 100 ribu ton, itu garam hasil produksi tahun 2018 dan 2019. Sementara untuk hasil produksi tahun 2020 ada sekitar 1.000 ton,” kata Ketua Asosiasi Petambak Garam (APG) Abdul Hayat, Kamis (27/8/2020).
Pria yang akarab disapa Ubed itu menerangkan jika perusahaan garam besar yang semestinya memiliki kewajiban untuk menyerap garam, tapi tidak melakukan penyerapan. Hanya beberapa perusahaan saja yang konsisten melakukan penyerapan seperti PT Susanti. Itu pun, kata dia, penyerapan yang dilakukan terbatas.
“Penyerapan yang dilakukan oleh perusahaan pengimpor garam tidak optimal. Mereka menyerap garam hanya sekedar asal-asalan saja, sebagai persyaratan untuk mereka mendapat jatah impor,” tuturnya.
Selain jumlahnya yang kian menumpuk, harga garam juga anjlok. Saat ini, untuk harga garam ditingkat petani berkisar Rp. 300 ribu per ton untuk KW1 dan Rp. 200 ribu per ton untuk KW2.
“Harga segitu itu masih kotor, karena masih harus dipotong untuk biaya transportasi dan lain-lain,” ungkapnya.
Dia berharap pemerintah segera mencari solusi agar garam rakyat bisa terjual dengan harga tinggi. Apalagi, kata dia saat ini petambak membutuhkan banyak biaya untuk modal memproduksi garam dan makan sehari-hari. (Emha/Man).