Meski Banyak Perusahaan Migas, Warga Sumenep Bagai Anak Ayam Kelaparan Di Lumbung Padi

oleh

Pena Madura, Sumenep, Kamis 21 Maret 2019 – Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, terutama Minyak dan Gas (Migas), ternyata tidak bisa membuat daerah yang berada di ujung timur Pulau  Madura ini lebih baik dan masyarakatnya sejahtera.

Terbukti angka kemiskinan di Kabupaten Sumenep masih relatif tinggi, yakni sekitar 19 persen dari Jumlah penduduknya. Bahkan, dalam LKPJ Bupati Sumenep tahun 2018 masyarakat miskin di Sumenep naik sekitar 7 ribu jiwa.

Selain itu, pembangunan infrastruktur di Kepulauan yang notabane-nya dekat dengan sumber Migas masih amburadul. Padahal seharusnya masyarakat kepulauan bisa menikmati infrastruktur yang layak bahkan bagus dan perekonomian mereka terangkat.

“Sangat ironis sekali, jika kabupaten yang kaya dengan potensi Migas dan Sumber Daya Alam (SDA), angka kemiskinannya masih tinggi, dan infrastruktur juga amburadul,” ujar Sutrisno, Ketua Front Keluarga Mahasiswa Sumenep (FKMS). Kamis (21/03/2019).

Menurutnya, di Sumenep ada beberapa perusahaan Migas yang telah beroperasi, seperti PT Santos, HCML, KEI dan EML. Namun dari beberapa perusahaan migas tersebut dua diantaranya sudah melakukan eksploitasi, yakni KEI dan Santos, akan tetapi pengelolaan Dana Bagi Hasil (DBH)-nya tidak jelas.

Bahkan, menurut menurut pria yang akrab disapa Tris tersebut menambahkan, untuk PT. Kangean Energy Indonesia (KEI) sudah beroperasi sejak tahun 1993, namun hingga saat ini masih belum jelas berapa Dana Bagi Hasil (DBH) dan Corporate Sosial Responsibility (CSR) yang diberikan.

Di Pulau Pagerungan saja, hingga kini belum ada pelabuhan yang layak untuk kapal perintis bersandar. Terbukti beberapa bulan lalu video kapal perintis bongkar muat penumpang ditengah laut semoat viral.

“Bayangkan jika DBH dan CSR-nya jelas, maka tidak mungkin angka kemiskinan di Sumenep tinggi. Lalu siapa yang menikamti DBH dan CSR Migas Sumenep itu,” tanyanya sambil menyayangkan.

Sutrisno juga menilai ada yang salah dari pemerintah daerah dalam pengelolaan Migas. Sebab sebagai penghasil Migas terbesar di Madura ini, masyarakat Sumenep serharusnya lebih sejahtera. Akan tetapi fakta dilapangan malah masyarakat yang dirugikan akibat dampak dari eksplorasi dan eksploitasi dari migas tersebut.

“Jika pemerintah daerah serius dalam mengelola CSR dan DBH, pasti masyarakat akan lebih sejahtera. Namun fakta dilapangan ternyata masih banyak masyarakat Sumenep yang belum sejahtera,” tandasnya.

Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah daerah lebih cerdas dan transparan dalam pengelolaan DBH dan CSR migas. Sebab selama ini pihaknya menilai pemerintah daerah terkesan menutupi hasil migas yang di kelola oleh empat perusahaan migas itu.

“Harapan saya, pengelolaan migas di Sumenep lebih transparan dan tidak ada yang di tutup-tutupi, namun jika hal itu terus terjadi, maka sampai kapanpun masyarakat Sumenep tidak akan pernah sejahtera. Jadi tidak salah ketika saya bilang warga Sumenep saat ini bagai anak ayam kelaparan di lumbung padi” pungkasnya. (Emha/Man)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *