Penamadura, Sumenep 22 Oktober 2020 – Nama “RSUD Abuya Kangean” yang identik dengan sebutan nama Bupati Sumenep “A. Buya” terus menuai pro kontra. Politisi Muda yang juga ketua DPC Nasdem
Sumenep, Moh. Hosni bahkan menyayangkan pernyataan pejabat Dinas Kesehatan Sumenep yang terkesan pasang badan terkait rumah sakit pertama di Kepulauan Sumenep tersebut.
Menurut Moh. Hosni, dinas kesehatan seharusnya lebih fokus kepada bagaimana pelayanan kesehatan di rumah sakit kepulauan tersebut lebih maksimal, sehingga masyarakat tidak lagi harus ke Sumenep ketika harus mendapatkan penanganan lebih maksimal.
“tidak sepantasnya pihak dinkes ikut membahas masalah nama rumah sakit Nur Insan seharusnya fokus tentang tekhnis pelayanan RS di kangean karena menelan anggaran besar,” kata Moh. Hosni, Ketua DPC Nasdem Kabupaten Sumenep, Kamis (22/10/2020).
Lebih lanjut Hosni menjelaskan, semua rakyat Sumenep sudah paham siapa orang yang selama ini dipanggil Abuya atau Buya, jadi sangat wajar ketika masyarakat mempertanyakan pemberian nama itu, karena ketika orang mendengar nama itu tidak ada orag lain yang dimaksud kecuali Bupati Sumenep.
“memangnya selama ini Bupati dipanggil siapa kan Abuya jadi enggak perlu seorang kabid ikut komentari masalah nama rumah sakit fokus aja keperseolan rumah sakit kangean supaya cepat bisa dipakek sesuai fungsinsya,” terang Politisi Muda Nasdem itu.
Apalagi lanjut Hosni, pembangunan rumah sakit type D pertama di Kepulauan Sumenep itu menelan anggaran sangat besar, sehingga manfaatnya harus dirasakan oleh warga kepulauan.
“Anggaran besar seharusnya sudah bisa maksimal pelayanannya itu rumah sakit yang selama ini di tunggu oleh masyarakat,” terang Hosni.
Sebelumnya dikutip dari salah satu media online, Kepala bidang Sumberdaya Kesehatan, Dinas Kesehatan, Nur Insan yang juga merangkap bidang pelayanan kesehatan (Yankes) mengatakan, nama rumah sakit kepulauan itu bukan nama orang.
“Nama Rumah Sakit di Kangean itu bukan nama orang, pengertian nama itu bukan nama Bupati Sumenep, ini persepsi orang, jangan langsung bilang melanggar,” kata Nur Insan.
Pernyataan Nur Insan berdasar pada
Permenkes nomor 3 tahun 2020 Pasal 54 yang terdiri dari 4 ayat, bunyinya adalah:
1. Pemberian nama Rumah Sakit harus memperhatikan nilai dan norma agama, sosial budaya, dan etika.
2. Pemberian nama Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kepemilikan, jenis, dan kekhususannya.
3. Pemberian nama Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mencantumkan kekhususannya.
4. Pemberian nama Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang: menambahkan kata internasional, international, kelas dunia, world class, global, dan/atau sebutan nama lainnya yang bermakna sama; dan/atau menggunakan nama orang yang masih hidup.(Man/Emha)