Pena Madura, Sumenep, 08 Juni 2020 – Menjelang musim kemarau tahun 2020 ini, petani garam di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, was-was untuk menggarap tambak. Hal itu karena tidak adanya kepastian penyerapan garam oleh pemerintah.
Apalagi saat ini tempat penyimpanan garam petani masih penuh akibat hasil panen tahun 2019 lalu belum juga terbeli. Garam-garam petani menumpuk disepanjang jalan Desa Pinggir Papas, Kecamatan Kalianget.
Sementara tambak garam petani belum ada satupun yang digarap. Padahal ditahun-tahun sebelumnya musim seperti saat sekarang, petani garam biasanya sudah sibuk mempersiapkan tambaknya.
Tambak garam petani masih penuh dengan air sengaja tidak dikeringkan, hanya terlihat beberapa petani mengecek tambaknya sesekali memperbaiki tanggul.
Salah satu petani gara di Desa Pinggir Papas, Suharto mengatakan belum ada kepastian ia akan menggarap garam tahun ini dengan perimbangan banyak hal.
“Kami sebenarnya butuh kepastian dari pemerintah, apakah garam kami akan dibeli. Jangan-jangan seperti tahun lalu, harganya murah akibatnya hingga sekarang masih menumpuk,” katanya, Senin (8/6/2020).
Suharto berharap pemerintah segera menyerap garam dari petani dengan harga yang layak, tidak buru-buru membahas soal impor garam. Apalagi himpitan ekonomi petani garam disaat pandemi Corona membuat petani garam semakin sulit.
“Kami menginginkan garam produksi tahun 2019 lalu dibeli oleh pemerintah tentunya dengan harga layak. Jika tidak, maka dipastikan kami tidak akan punya tempat penimbunan hasil panen jika nanti kami menggarap lahan,” tambahnya.
Lebih lanjut Suharto menceritakan, kebanyakan petani garam diwilayahnya memilih tidak menjual garamnya karena harganya anjlok. Saat ini garam petani hanya dihargai Rp. 350.000 perton untuk KW1. Sementara KW2 hanya Rp. 250.000.
Harga itu menurut petani masih jauh dari biaya produksi yang dikeluarkan. Oleh
karena itu petani terpaksa menimbun garamnya dipinggir-pinggir tambak ditutupi terpal yang biasa dipakai untuk alas tambak garam. (Emha/Man).