Pena Madura, Sumenep, 9 Maret 2021 – Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, Yayak Nur Wahyudi saat didesak mahasiswa untuk dicopot dari jabatannya, mengaku hanya akan tersenyum.
“Saya hanya tersenyum menanggapi ini,” katanya saat memberikan keterangan pers kepada awak media, Selasa (9/3/2021).
Pernyataan itu disampaikan saat Aliansi Mahasiswa Sumenep (AMS), melakukan aksi demonstrasi ke kantornya, menyuarakan penolakan terhadap rencana pertambangan fosfat.
Mahasiswa menilai Bappeda sudah ada kongkalikong dengan oligarki karena dalam rencana RTRW ada penambahan titik fosfat dari delapan ke 17 titik.
Yayak menjelaskan, jika penambahan menjadi 17 titik fosfat merupakan aspirasi dari masyarakat. Namun saat didesak masyarakat yang mana, masyarakat tersebut ternyata masyarakat pertambangan.
“Memang ada masyarakat pertambangan yang datang diujung dari proses RTRW,” jelas Yayak.
Yayak meyakinkan jika Bappeda Sumenep tidak ada perselingkuhan dengan masyarakat pertambangan. Menurut Yayak awalnya sudah 19 titik yang direview.
“RTRW kita itu sudah 18, 19 sudah diteview, tapi diujung ada masyarakat pertambangan datang mengajukan data. Alhamdulillah, saya yakin potensi yang ada di Sumenep bisa dikembangkan tanpa merusak lingkungan,” tambahnya.
Sebelumnya pada Selasa siang, mahasiswa AMS menggeruduk kantor Bappeda Sumenep. Mereka menyuarakan aspirasinya membawa spanduk besar bertuliskan “Tolak Tambang Fosfat”.
Selain spanduk, beberapa poster juga diacungkan mahasiswa, salah satunya yang berbunyi “Copot Kepala Bappeda”. Ada juga yang berbunyi “Stop Eksploitasi Tanah”.
Korlap aksi AMS, Abd. Basit menjelaskan, kedatangannya tidak lain menolak rencana pertambangan fosfat di Sumenep. Menurutnya Bappeda Sumenep dengan dalih rencana perubahan RTRW tidak berpihak pada rakyat dan hanya menjadi kepanjangan dari oligarki.
“Kami mahasiswa Sumenep menolak pasal 40 ayat dua karena itu bertentangan dengan pasal sebelumnya, yaitu pasal 32. Pasal itu menjelaskan kawasan geologi yang rawan akan bencana alam,” tuturnya.
Mahasiswa menilai, jika 17 titik pertambangan fosfat dalam RTRW yang baru di gol kan, menjadi bukti kebijakan yang akan mengusir rakyat Sumenep dari tanahnya.
Bagaimana tidak, jika pertambangan fosfat dilakukan, petani pasti akan terancam. Kerusakan lingkungan pasti terjadi dan ancaman bencananya sangat tinggi. (Emha/Man).