Demo Tolak Tambang Fosfat, Mahasiswa Desak Copot Kepala Bappeda Sumenep

oleh
Mahasiswa AMS saat demonstrasi di Bappeda Sumenep

Pena Madura, Sumenep, 9 Maret 2021 – Aliansi Mahasiswa Sumenep (AMS), melakukan aksi demonstrasi ke Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.

Dengan membawa spanduk besar bertuliskan “Tolak Tambang Fosfat” mahasiswa merangsek ke depan pintu masuk Bappeda. Secara bergantian orator dalam aksi gabungan tersebut menyampaikan aspirasinya.

Selain spanduk, beberapa poster juga diacungkan mahasiswa, salah satunya yang berbunyi “Copot Kepala Bappeda”. Ada juga yang berbunyi “Stop Eksploitasi Tanah”.

Salah satu orator AMS, Moh. Sutrisno dengan lantang menyuarakan agar Kepala Bappeda Sumenep dicopot. Menurutnya Bappeda Sumenep tidak berpihak pada rakyat dan hanya menjadi kepanjangan dari oligarki.

“Copot Kepala Bappeda Sumenep, karena dengan mengupayakan perubahan RTRW, ini sudah jelas Bappeda tidak berpihak pada rakyat. Apalagi perubahan RTRW akan melegalkan pertambangan fosfat di Kabupaten Sumenep,” Katanya, Selasa (9/3/2021).

Tak hanya itu, menurut mahasiswa yang akrab disapa Tris itu, dalam rencana perubahan RTRW Sumenep yang baru, titik fosfat yangbawalnya hanya delapan kecamatan ditambah menjadi 17 Kecamatan.

“Ini bukti kebijakan yang akan mengusir rakyat Sumenep dari tanahnya. Bagaimana tidak, jika pertambangan fosfat dilakukan, petani pasti akan terancam. Kerusakan lingkungan pasti terjadi, belum lagi ancaman bencananya,” lanjutnya.

Menurut Sutrisno, pertambangan fosfat akan merusak kawasan kast yang selama ini menjadi tandon air bawah tanah. Jika kawasan itu rusak maka pasti bencana kekeringan mengancam. Belum lagi saat musim hujan, banjir pun akan terjadi karena pertambangan itu pasti merusak lingkungan.

“Ada apa ini kok malah ngotot melegalkan tambang fosfat dengan mengupayakan perubahan RTRW?,” Jelasnya.

Mahasiswa dengan lantang menyuarakan penghapusan pasal 40 ayat (2) tentang pertambangan dalam RTRW tersebut. Karena pasal tersebut bertentangan dengan pasal lainnya yakni pasal 32 tentang kawasan lindung geologi.

Menurut mahasiswa pasal 40 ayat (2) itu harus dihapus, bukan malah ditambah menjadi 17 kecamatan. Apalagi hingga saat ini aturan terkait pengelolaan limbah pertambangan fosfat belum jelas.

Hingga kini aksi mahasiswa AMS masih berlangsung. Perwakilan mahasiswa masih melakukan audiensi dengan pihak Bappeda Sumenep, ditemui oleh Yayak Nur Wahyudi selaku Kepala Bappeda Sumenep. (Emha/Man).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *