Dari Kemelut Istri Bupati Jadi Komisaris BPRS, Hingga Sakit Hati Mahasiswa

oleh
Mahasiswa FKMS saat berorasi di depan Kantor BPRS

Pena Madura, Sumenep, Selasa 06 Februari 2018 – Kemelut dari istri Bupati Sumenep, Madura Jawa Timur, yang menjadi komisaris di Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Bhakti Sumekar, menyisakan sakit hati bagi mahasiswa Sumenep.

Buntutnya, mahasiswa dari Forum Komunikasi Mahasiswa Sumenep (FKMS), kembali melakukan aksi demontrasi ke kantor Bank BPRS, yang merupakan salah satu BUMD milik Pemkab Sumenep, Senin (5/2/2018). Mahasiswa mengaku sakit hati dengan Kebijakan Bupati Sumenep, A. Busyro Karim.

Kebijakan mengangkat istrinya sendiri sebagai komisaris, dianggap sudah menyalahi kepatutan dan sangat menyakiti hati Rakyat Sumenep. Sebagai ungkapan rasa sakit hatinya, mahasiswa melakukan aksi teatrikal, yang menggambarkan Bupati Sumenep rela menginjak-injak rakyatnya, hanya demi istrinya.

Menurut mahasiswa, pengangkatan Nurfitriana sangat  kental dengan aroma nepotisme. Meskipun pengangkatannya melalui RUPS Luar Biasa, mahasiswa tetap bersikukuh bahwa istri Bupati tersebut, kapasitas pribadinya tidak memenuhi syarat sebagai komisaris BPRS.

Saat audiensi bersama Direktur Bank BPRS, Salah satu pendemo, Sutrisno mengatakan, sebagai pemegang saham pengendali di BPRS, kebijakan Bupati Busyro seharusnya lebih mementingkan kepentingan Rakyat Sumenep, bukan justru mengedepankan kepentingan istrinya.

“Saya minta tolong kepada Bapak Novi selaku Direktur Bank BPRS, agar ini disampaikan kepada Bupati Sumenep. Kami mahsiswa sebagai representasi dari masyarakat Sumenep, merasa sakit hati ketika Bupati Sumenep seenaknya sendiri mengangkat istrinya sendiri menjadi komisaris BPRS. Meskipun katanya sudah sesuai prosedur,” ujarnya.

Menurut mahasiswa, pengangkatan Nurfitriana meskipun melalui RUPS-LB, sudah melalui OJK dan sudah sesuai undang-undang, itu hanya alasan basi yang tidak akan melunturkan komitmennya.

“Saya minta tolong kepada teman-teman media, agar menyampaikan kepada Bapak Bupati Sumenep. Mau pakai pembenaran hukum apapun, entah itu dianggap sudah sesuai mekanisme, sesuai Permendagri, sesuai PP, atau bahkan sudah lolos di OJK, yang namanya bupati mengangkat istrinya sebagai komisaris BUMD, itu sudah ada unsur nepotisme,” terangnya.

“Kalau memang istri bupati punya niat baik ingin memperbaiki BUMD di Sumenep, kenapa harus di BPRS yang selama ini dikenal paling produkrif. Kenapa tidak ke BUMD yang lain?,” Sutrisno menambahkan.

Sementara Direktur Utama BPRS, Novi Sujatmiko mengaku akan menampung aspirasi dari para mahasiswa FKMS tersebut. Pihaknya juga akan mengirim surat dari mahasiswa kepada Bupati Sumenep.

“Keputusan tertinggi pada organ perseroan terbatas, ada pada RUPS-LB. Kami sebagai direksi memang harus menjalankan hasil dari RUPS-LB dengan sebaik-baiknya, yang dalam hal ini pemegang saham pengendali yang memutuskan,” terangnya.

“RUPS-LB itu kapanpun bisa dilakukan, bahkan dalam sehari lima kalipun bisa, kan memang namanya luar biasa. Yang pasti kami akan menyampaikan masukan dari mahasiswa, selanjutnya kami harus menunggu hasil dari surat tersebut. Apakah akan ada RUPS-LB lanjutan atau tidak, tergantung keputusan dari pemegang saham pengendali, dalam hal ini Bapak Bupati Sumenep,” tutup Novi.(Emha/Man)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *