Pena Madura, Sumenep, Senin 09 April 2018 – Kaum muda Nahdlatul Ulama (NU) Sumenep, Madura, Jawa Timur, melakukan deklarasi anti korupsi bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia.
Deklarasi itu, dilakukan setelah acara bedah buku “Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi” di Pendopo Agung Keraton Sumenep, Ahad (8/4/2018).
Kaum muda yang menyatakan sikap perang melawan korupsi itu, diantaranya LAKPESDAM NU, GP Ansor, ISNU, IPNU, IPPNU, GUSDURIAN dan TAWAJJUHAN.
Dengan ditemani, Deputi Pencegahan Korupsi KPK, Ramah Handoko dan tim penyusun buku “Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi”, Rumadi Ahmad, para kaum muda NU itu menyatakan bahwa korupsi merupakan kedholiman dan penghianatan kepada rakyat.
“Korupsi dalam pandangan islam adalah haram, korupsi merupakan bentuk kedholiman yang besar serta perilaku penghianatan kepada rakyat, oleh karenanya setiap orang harus menghidari dan mencegahnya”, ujar Ahmad Saheri, Juru bicara yang sekaligus ketua Lakpesdam NU Sumenep.
mereka menyatakan perang melawan korupsi, karena korupsi bukan budaya bangsa Indonesia dan merupakan kejahatan luar biasa. Korupsi hanya akan menyengsarakan rakyat karena merampas hak-hak rakyat dan merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Kami mendukung keberadaan KPK karena Indonesia masih sangat membutuhkan KPK untuk memberantas korupsi. Kami juga menolak segala upaya pelemahan terhadap KPK serta mendorong instansi terkait untuk menindak tegas pelaku korupsi atau koruptor”, tambah Ahmad.
Semantara Deputi Bidang Pencegahan Korupsi KPK RI, Ramah Handoko mengaku sangat mengapresiasi semangat NU untuk ikut memberantas korupsi di negeri ini.
“Kami sangat berterima kasih kepada NU karena ini merupakan bagian dari fiqih anti korupsi. Ini merupakan bentuk keseriusan NU untuk ikut andil dalam memberantas korupsi di Indonesia”, terangnya.
Ramah menegaskan, dalam undang-undang korupsi sudah diatur hukuman seberat-beratnya. Kedepan pelaku korupsi atau koruptor seharusnya bisa dihukum seberat-beratnya, sesuai dengan semangat jihad melawan korupsi yang didengungkan NU.
“Selama ini putusan yang paling berat baru 20 tahun penjara untuk tersangka Akil Mochtar. Di undang-undang kami hukuman seberat-beratnya adalah hukuman mati. Seharusnya kita bisa menghukum koruptor dengan hukuman mati, cuma masalahnya yang memutuskan bukan KPK”, tutupnya.(EmHa/Man).