Pena Madura, Sumenep, 13 Januari 2021 – Belakangan santer beredar jika Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) setempat akan melakukan perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2013-2033, karena dianggap tidak sesuai.
Namun, disaat yang bersamaan kencang berhembus kabar sudah ada perusahaan-perusahaan pertambangan fosfat yang menunggu berubahnya RTRW Sumenep itu. Perusaahan itu bersiap untuk melakukan eksploitasi terhadap kemayaan alam Sumenep.
Lalu benarkah demi melegalkan beroperasinya perusahaan pertambangan fosfat, Pemkab Sumenep akan merubah RTRW, tanpa memperhatikan atau mempertimbangkan dampak terhadap masyarakat.
Menanggapi itu, Kepala Bappeda Sumenep, Yayak Nurwahyudi membantah, jika review dan perubahan terhadap RTRW, bukan karena masuknya perusahaan penambang fosfat. Melainkan, karena memang ada beberapa hal yang perlu dilakukan perubahan.
“Setiap 5 tahun, kami pasti melakukan review terhadap RTRW. Jadi tidak ada sangkut pautnya untuk upaya golkan fosfat,” ujarnya, Rabu (13/1/2021) melalui telepon selulernya.
Lanjut Yayak Nurwahyudi, hasil review dan perubahan RTRW 2013-2033 sudah diajukan ke DPRD Sumenep. Namun, perubahan itu tidak hanya fokus pada fosfat saja. Melainkan ada beberapa klausul, diantaranya masalah lahan pertanian, kota baru dan penamabangan tanah itu tidak ada di RTRW 2013-2023.
“Tidak fokus pada fosfat,” tukasnya.
Saat ditanya, ada berapa titik fosfat yang sudah direkomendasi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep untuk bisa dilakukan penambangan. Yayak panggilan akrab dari Yayak Nurwahyudi mengakui ada 6 hingga 7 titik yang telah diberi rekomendasi.
“Kalau gak salah 6 hingga 7 titik yang telah diberi rekomendasi, karena memang masuk dalam RTRW. Tapi saya tidak ingat daerahnya dimana saja,” ujarnya.
Kemudian saat ditanya, pemberian rekomendasi terhadap Perusahaan Penambang Fosfat sudah ada pertimbangan. Yayak menjelaskan, pihaknya hanya memberikan rekomendasi sesuai dengan RTRW, sedangkan untuk perijinan dan AMDAL itu urusan Pemerintah Pusat.
“Jadi, kami hanya merekomendasi titik tersebut masuk dalam RTRW. Tapi untuk pertimbangan dampak kepada masyarakat itu di AMDAL, dan dalam hal ini merupakan urusan Pemerintah Pusat, bukan Pemkab Sumenep,” tegasnya.
Kira-kira perusahaan apa yang telah mendapatkan rekomendasi dan ijin untuk melakukan penambangan fosfat di Sumenep. Yayak mengaku dirinya tidak ingat perusahaan apa yang telah mendapatkan ijin dari Pemerintah Pusat dan rekomendasi untuk melakukan penambangan fosfat.
“Saya tidak ingat, nanti saya lihat catatan dulu,” dalihnya.
Mantan Kepala Diskominfo Sumenep ini juga mengakui, Kabupaten Sumenep kaya dengan Fosfat. Bahkan, ada sekitar 15 Kecamatan memiliki kandungan fosfat, dan rencananya juga akan dimasukkan dalam perubahan RTRW 2013-2033.
“Sumenep itu kaya mas, bahkan ada 15 Kecamatan itu ditutupi dengan fosfat,” ucapnya.
Bahkan, pada tahun 2020 Pemkab Sumenep telah mengajukan ke DPRD Sumenep untuk melakukan perubahan RTRW 2013-2033.
“Kita telah ajukan pada tahun 2020, tapi pada tahun 2021 kami kembali mengajukan perubahan RTRW 2013-2033,” pungkasnya. (Emha/Man)