Pena Madura, Sumenep, Selasa 06 Februari 2018 – Kebijakan Bupati Sumenep, Madura, Jawa Timur, A. Busyro Karim yang mengangkat istrinya sendiri sebagai komisaris Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Bhakti Sumekar, dianggap sebagai kebijakan yang bisa mempidanakan sang Bupati.
Meski menurut peraturan perbankan tidak ada masalah, kebijakan Bupati Sumenep tersebut dinilai sudah melanggar undang-undang tindak pidana korupsi. Sebagai pemegang saham pengendali di BPRS, ada dua undang-undang yang sudah dilanggar.
Pernyataan ini disampaikan Aktivis Sumenep Corruption Watch (SCW), Junaidi. Menurutnya, Pengangkatan Nurfitriana selaku istri Bupati Sumenep, dianggap sudah melanggar Undang-Undang Republik Indonesia, nomor 28 tahun 1999, tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.



“Sudah jelas kan, Bupati Sumenep selaku pemegang saham pengendali di BPRS, mengangkat istrinya Nurfitriana sebagai komisaris. Kebijakan ini sangat kental aroma nepotismenya. Ini sudah melanggar pasal 5 poin 4, yang bunyinya tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme,” ujarnya. Selasa (6/2/2018).
Selain itu, ada pula Undang-Undang nomor 31 tahun 1999, junto Undang-Undang nomor 20 tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 3. dimana bupati sudah menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau kedudukan sehingga bisa merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
“Sangsinya ya pidana, kalau ada unsur korupsinya bisa dijerat dengan pidana korupsi, tergantung sejauh mana istri bupati menjabat komisaris,” Junaidi menambahkan.
Bupati Sumenep juga dianggap tidak mengindahkan norma sosial, dimana selaku bupati, seharusnya kebijakannya tercermin keadilan sosial.
“Masih banyak masyarakat Sumenep yang lebih mempuni untuk menjadi komisaris BPRS. Bisa saja kapasitasnya lebih dibandingkan Nurfitriana,” terangnya.
Lebih lanjut SCW juga menganggap Bupati Sumenep melanggar asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Karena dengan mengangkat istrinya sendiri sebagai komisaris BPRS sudah mencerminkan tidak adanya profesionalitas dari diri bupati.
SCW berharap, bupati segera mengevaluasi keputusannya tersebut. Karena jika kebijakan ini tetap dipertahankan, maka pihaknya mengaku tidak akan segan-segan untuk melakukan langkah-langkah hukum.(Emha/Man)